
Masalah yang mengungkung
Pernahkah di antara kita merasa bahwa kita tercipta sebagai seorang yang tidak pandai apa-apa? Sedangkan teman kita adalah sosok jenius yang bisa segalanya? Atau kita merasa menjadi orang yang paling bisa menyelesaikan persoalan tertentu, sedangkan untuk masalah yang lain kita menjadi sosok yang kenthir alias tidak tahu apa-apa?.
Nah, berikut ini contoh yang bisa kita amati. Ibu Ruth guru Matematika SMP Negeri Sangat Makmur memberi pengumuman pada peserta didik di kelas yang diampunya tentang adanya perlombaan SAINS antar SMP sekabupaten. Ibu Ruth melihat wajah-wajah pesimis dari peserta didiknya. “Ayo anak-anak! Siapa yang mau mengikuti lomba SAINS?” tidak ada peserta didik yang menyahut. Semua diam menunduk. Mereka takut Ibu Ruth menunjuk salah satu dari mereka untuk mewakili sekolah dalam perlombaan tersebut. Ibu Ruth mencoba memantik rasa ingin peserta didiknya. “Kalian jangan khawatir, bila salah satu di antara kalian berminat, kalian bisa berkonsultasi dengan Ibu. Ibu akan membantu kalian mempelajari soal-soal yang kemungkinan dikeluarkan dalam lomba”. Sampai bel pulang berbunyi belum ada peserta didik yang berani. “Baik, Ibu tunggu sampai besok nama peserta didik dari kelas ini yang mau mengikuti lomba. Tentunya ada sesi penyisihan dengan kelas yang lain, hingga ibu temukan satu orang yang akan mewakili sekolah”.
Berdasarkan contoh masalah di atas kita memahami bahwa Sebagian dari kita merasa tidak percaya diri untuk melakukan suatu tantangan. (saya menyebut kita karena rasa tidak percaya diri sebenarnya tidak hanya melanda peserta didik. Jadi jangan khawatir untuk selalu mengenali diri sendiri). Kita merasa bahwa tantangan yang diberikan sangat tidak sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Kita merasa kita terlalu rendah untuk sekedar mencoba. Mungkin kita beranggapan bahwa kita perlu tahu diri sehingga memutuskan bahwa kita pantas atau tidak dalam tantangan tersebut. Apakah sikap seperti ini dibenarkan, padahal mungkin masalah yang menjadi tantangan sebenarnya bisa kita hadapi bila kita mau mencoba atau mempelajarinya.
Saatnya Bertransformasi
Dikutip dari buku yang berjudul “The Growth Mindset Coach”, pada tanggal 8 April 2021, OECD (Organization for Economic Cooperation and Development atau Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi) yang sejak tahun 2000 menyelenggarakan Tes PISA, mengadakan konferensi pers secara daring bersama Yidan Prize, sebuah yayasan yang peduli dengan Pendidikan, dan Prof. Carol Dweck, penulis buku bestseller Mindset yang terkenal dengan istilah Growth Mindset sekaligus pemenang Yidan Prize for Educational Research pada 2017. Pada saat itu telah diluncurkan laporan terbaru PISA yang berjudul Sky’s the Limit: Growth Mindset, Students, and Schools in PISA.
Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari isi laporan tersebut, antara lain.
-
Ada hubungan positif antara pencapaiana akademik dan persentase siswa yang bermindset tumbuh. Semakin tinggi persentase siswa dengan mindset tumbuh, semakin tinggi pula pencapaian akademik dari suatu negara. Begitu pula sebaliknya.
-
Guru memegang peran penting terkait mindset tumbuh. Guru dengan mindset tumbuh bisa mengembangkan kelas dengan siswa bermindset tetap, tetapi guru dengan mindset tetap bisa menghancurkan kelas dengan sisiwa bermindset tumbuh.
-
Mindset tumbuh bisa diajarkan di dalam kelas. Oleh karena itu, guru bisa dilatih agar mampu menjadi seorang coach untuk mengembangkan mindset tumbuh bagi para siswa di kelas. (Brock &Hundley, 2021).
Lalu, apa yang dimaksud dengan mindset tumbuh dan mindset tetap? Masih berdasrkan buku yang berjudul “The Growth Mindset Coach” dijelaskan bahwa,
Mindset Tetap adalah keyakinan bahwa kita lahir dengan daya kecerdasan dan kemampuan yang tetap. Orang yang bekerja dengan pola berpikir ini cenderung menghindari tantangan dan kegagalan, sehingga membatasi diri mereka dari hidup yang kaya pengalaman dan pembelajaran.
Mindset Tumbuh adalah keyakinan bahwa dengan Latihan, ketekunan dan usaha, seseorang memiliki potensi tanpa batas untuk belajar dan berkembang. Orang-orang yang berpola pikir ini menghadapi tantangan dengan percaya diri, tidak khawatir akan membuat kesalahan atau mempermalukan diri sendiri, tapi fokus pada proses pertumbuhan diri.
Sekarang kita memahami bahwa contoh masalah yang dipaparkan di atas merupan contoh orang-orang yang bermindset tetap. Apakah contoh tersebut mewakili diri kita? Kalau begitu, mari kit aulas lebih dalam tentan mindset tumbuh.
Seperti yang sudah diulas sebelumnya, orang bermindset tumbuh melihat hal-hal seperti kecerdasan ataupun kemampuan artistik dan atletik bukanlah sifat-sifat yang tetap, melainkan kualitas yang bisa diubah dan diperbaiki dengan waktu dan usaha. Mindset tumbuh bekerja dengan asumsi bahwa kualitas kita tidak diwariskan, digariskan, ataupun ada secara alami (Brock &Hundley, 2021: 19). Ketekunan untuk belajar, dan sikap tidak pantang menyerah akan menentukan kompetensi kita di bidang apa pun. Orang-orang yang memiliki mindset tumbuh tidak akan berpikir atau berasumsi “Aku tidak bisa Matematika”, “Aku bukan seorang pelukis”, atau asumsi-asumsi sejenis yang menunjukkan bahwa ia tidak akan mampu dalam bidang tertentu, bahkan orang tersebut mengatakan bahwa dirinya tidak bisa apa-apa atau ada pula yang dengan bangga bahwa ia hanya ahli pada bidang tertentu. Padahal, siapa pun bisa meraih kesuksesan di bidang apa saja dengan kerja keras dan ketekunan.
Ketika seseorang belajar dengan memanfaatkan mindset tumbuh, giat untuk berkembang akan mendominasi dirinya. Apakah ia tidak boleh gagal? Tidak begitu! Kita yang ber-mindset tumbuh akan menyikapi kegagalan bukan sebagai hal yang mengecewakan dan memalukan, melainkan sebagai peluang untuk meperbaiki diri.
Bagaimana dengan bakat alami yang dimiliki seseorang? Kita pasti pernah melihat bebrapa di antara kita misalnya memiliki suara bagus “dari sananya” saat bernyanyi. Atau ada juga yang memiliki kemampuan menulis dan membaca sejak awal dibandingkan orang yang lain. Konsep mindset tumbuh memahami bahwa bakat alami yang dimiliki seseorang bisa dikuatkan dengan pengalaman dan usaha, serta didukung dengan ketekunan. Lalu, bakat tersebut akan memudahkan kesuksesan besar, tidak peduli di mana awal mulanya. Bisa kita simpulkan bahwa yang harus ada dari seseorang adalah pola pikir untuk menumbuhkan kompetensinya dengan usaha dan ketekunan. Selain itu sikap yang juga sangat penting adalah tidak mudah putus asa.
Agar kita lebih memami konsep mindset tumbuh, dan alangkah lebih tepatnya kita bisa merefleksi diri apakah selama ini yang mendominasi diri kita adalah mindset tumbuh atau justru mindset tetap, mari kita amati tabel berikut ini!
SITUASI |
MINDSET TETAP |
MINDSET TUMBUH |
TANTANGAN |
Dihindari demi mempertahankan penampilan yang menunjukkan kecerdasan. |
Dikejar karena ada hasrat untuk belajar |
KENDALA |
Menyerah di hadapan kendala dan umumnya mundur. |
Tampak tegar di hadapan kendala dan umumnya terus maju. |
USAHA |
Keharusan berusaha dilihat sebagai hal negative, jika seseorang harus mencoba maka dia tidak pintar ataupun tidak berbakat. |
Bekerja keras dan mengerahkan usaha adalah jalan menuju hasil dan kesuksesan. |
KRITIK |
Masukan negative, tidak peduli betapa membangunnya akan diabaikan. |
Kritik memberikan masukan penting yang bisa membantu pembelajaran. |
KESUKSESAN ORANG LAIN |
Kesuksesan orang lain dilihat sebagai ancaman dan membuat gelisah serta rapuh. |
Kesuksesan orang lain dapat menjadi sumber inspirasi dan pembelajaran. |
Sumber: Annie Brock & Heather Hundley. The Growth Mindset Coach. 2021. PT Bentara Aksara Cahaya
Konklusi
Setelah mengamati tabel di atas serta membaca uraian tentang mindset tumbuh, kita dapat mengidentifikasi kita termasuk orang yang memiliki pola pikir mana? Mindset tumbuh atau mindset tetap. Sebagai manusia yang berjiwa Merdeka belajar semestinya kita mengubah mindset dalam diri kita menjadi mindset tumbuh. Kita tidak lagi terkungkung dalam pola pikir yang sempit untuk berusaha mewujudkan keberhasilan kita. Tentu keberhasilan yang dimaksut di sini adalah keberhasilan proses, bukan semata-mata hasil yang akan dicapai. Kita yakin bahwa setiap usaha dan perjuangan adalah proses untuk menempa diri kita agar memiliki jiwa yang besar dan pemikiran yang lebih maju.
Ingat, Tuhan tidak pernah meminta kita menunjukkan hasil terbaik melainkan usaha terbaik dari kita hamba-Nya.
1 komentar
Ruli Trisanti, Selasa, 27 Feb 2024
Alhamdulillah, senang bisa diberi kesempatan untuk menulis di smpn3sijuk.sch.id